Pendidikan





PENGEMBANGAN KURIKULUM
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha dalam membina kepribadiannya yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat (Hasbullah, 2009 : 1). Berdasarkan pengertian tersebut pendidikan dapat dilakukan di rumah, lembaga nonformal, dan di lembaga formal. Pendidikan yang berlangsung di rumah disebut dengan pendidikan informal dimana orang tua atau keluarga hanya menekankan pada nilai-nilai sosial budaya masyarakat, begitu juga dengan pendidikan yang berlangsung di masyarakat. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dilakukan oleh lembaga nonformal atau swasta yang lebih menekankan pada skill atau keahlian kerja, misalkan kursus tari, menjahit dan yang lainnya. Pada umumnya lembaga nonformal tidak menggunakan panduan khusus dalam melakukan proses pembelajaran. Sekolah, merupakan tempat pendidikan formal yang dirancang sedemikian rupa guna mencetak manusia yang tidak hanya handal dalam bekerja namun juga memiliki pengetahuan dalam agama dan ilmu pengetahuan lainnya yang tidak dapat diajarkan oleh sembarang orang.
Pendidikan menurut John Dewey adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan yang fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dengan kata lain pendidikan itu bukanlah hal sederhana yang dapat dilakukan begitu saja karena hasil dari pendidikan tersebut menyangkut kepribadian dan kemapanan yang akan digunakan selama hidup.
Kenyataan yang ditemukan di masyarakat adalah hasil dari pendidikan atau outputnya belum sesuai sepenuhnya dengan apa yang diharapkan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Dalam UU No 20 Tahun 2003 secara jelas telah disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Namun bila diamati dalam masyarakat jauh dari apa yang diharapkan. Maraknya tindakan kriminal yang dilakukan oleh siswa-siswa atau anak-anak yang masih duduk dalam bangku sekolah sebagai salah satu contoh gagalnya pendidikan yang sedang berlangsung. Contoh lain, siswa hanya sekadar tahu mengenai materi yang dijelaskan di sekolah tetapi belum mampu mengaplikasikan dalam masyarakat sehingga tidak jarang muncul anggapan” percuma saja sekolah menelan biaya banyak namun tak memiliki ilmu.”. Pernyataan tersebut merupakan sindiran tidak hanya bagi peserta didik namun juga bagi pelaksana pendidikan itu sendiri baik dari guru, kepala sekolah dan komite sekolah dan dewan pendidikan.

Bila diteliti lebih jauh lagi, kegagalan dari pendidikan dapat dilihat dari suprastruktur dan infrastruktur. Suprastruktur pendidikan tidak hanya menyangkut peserta didik, dan guru namun juga menyangkut kurikulum sebagai landasan dasar atau tujuan yang diharapkan dari pendidikan. Sedangkan infrastukur  terkait dengan bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana yang digunakan. Selaim itu, gagalnya pendidikan di Indonesia disebabkan oleh rusaknya sistem yang digunakan.
1. Pengertian Kurikulum
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan antara lain input, proses dan output. Input disini adalah siswa, guru, materi pelajaran. Dalam proses belajar faktor tersebut saling menyatu dan melengkapi guna mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam proses terdapat kurikulum yang dijadikan panduan dalam setiap proses pendidikan di setiap satuan pendidikan. Secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu “Curriculae” yang artinya jarak yang ditempuh oleh seorang pelari untuk sampai pada garis finis. Kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang haus ditempuh untuk mendapat ilmu pengetahuan. Dalam UU No 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 9 disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencanadan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Secara singkat kurikulum memuat tiga hal antara lain memuat isi dan materi pembelajaran, sebagai rencana pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar. Memuat isi dan materi pembelajaran kurikulum haruslah memuat sejumlah mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa dalam kurun waktu tertentu. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran yang dimaksud adalah sebagai rencana dari suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Sebagai pengalaman belajar, kurikulum merupakan interpretasi atau pengalaman yang didapat siswa termasuk organisasi yang teratur, segala kegiatan yang diikuti siswa yang termasuk ke dalam kurikukum. (Hamalik, 2001 dalam Joko Susilo, 2006:78)
1.1  Landasan Kurikulum
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pendidikan dibedakan menjadi tiga, pendidikan formal, pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan yang terjadi di masyarakat pada umumnya lebih menekankan pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai atau norma-norma yang berkembang di masyarakat begitu juga dengan kebudayaan masyarakat. Sedangkan pendikikan formal dan nonformal menekankan pada pengetahuan ilmu pengetahuan demikian namun juga tidak melupakan norma masyarakat.
            Guna mempertahankan nilai-nilai atau norma-norma masyarakat serta budayanya maka dalam kurikulum  dicantumkan materi yang berkenaan dengan pola tingkah laku masyarakat beserta adat istiadatnya, karena bagaimanapun selesai mengikuti bangku sekolah peserta didik akan kembali terjun ke masyarakat dan menerapkan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh, hal tersebut kemudian menjadi suatu landasan filosofi dari pendidikan yang di dalamnya termasuk kurikulum.
            Tiap individu anak adalah manusia yang utuh,berbeda dan kompleks. Kepribadian seorang anak antara yang satu dan yang lainnya tidaklah bisa disamakan baik menyangkut emosional, bakat, minat,  motivasi maupun intelegensinya. Berdasarkan pada psikologi tersebut, kurikulum dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan pendidikan tanpa mengabaikan perbedaan pada tiap-tiap peserta didik.
            Selain itu, yang menjadi dasar dari suatu proses pendidikan adalah komunikasi dan interaksi. Suatu proses pendidikan tidak akan berhasil dan berjalan efektif tanpa ada komunikasi antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Interaksi dan komunikasi juga harus terjain dengan baik antara keluarga dan anak, karena keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Interaksi dan komunikasi ini kemudian disebut sebagai landasan sosiologi.
            Merujuk pada tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam undang-undang pendidkan berarti selama tujuan yang diharapkan belum sesuai atau tercapai harus dilakukan penyempurnaan atau perbaikan kurikulum. Kurikulum harus disempurnakan atau diperbaiki karena kurikulum memuat tentang isi dan materi yang diajarkan kepada siswa berikut dengan cara-caranya. Berikut pemaparan mengenai pengembangan kurikulum yang telah dilakukan oleh pemerintah dimana pengembangan kurikulum didasarkan pada kepentingan peserta didik, masyarakat dan lingkungan global.
a. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum ini digunakan pada masa kemerdekaan yang memuat dua hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajaran ditambah garis-garis besar pengajarannya. Penekanan pada kurikulum ini adalah pendidika watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, selain itu perhatian siswa ditujukan pada kesenian dan pendidikan jasmani. Sedangkan untuk pendidikan berpikir yang mengarahkan pola pikir peserta didik terbatas atau bahkan kurang.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini menitikberatkan pada Panca Wardhana yaitu pengembangan pada daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral yang muncul di pengujung pemerintahan Soekarno. Pada hari sabtu digunakan untuk mengembangkan minat dan bakat siswa baik dari segi kesenian, kebudayaan maupun olahraga. Kurikulum 1964 juga telah mengubah penilaian dalam raport. Penilaian bagi kelas I dan II di sekolah dasar dengan huruf A sampai D sedangkan bagi kelas III hingga kelas VI penilaiannya berupa angka 10 sampai 100.
c. Kurikulum 1968
Kurikulum tahun 1968 lebih bersifat politisyang tujuannya pembentukan manusia Pancasila sejati. Metode pembelajaran banyak dipengaruhi teori psikologi unsur, siswa belajar melalui unsur-unsurnya. Sistem pendidikan mulai kacau ketika pemerintah mengenalkan matematika modern padahal guru hanya menguasai berhitung sedangkan pelatihan yang diberikan hanya seminggu.


d. Kurikulum 1975
Latar belakang munculnya kurikulum ini adalah pengaruh konsepsi bidang manajemen yang terkenal saat itu.Menitikberatkan pada tujuan. Materi pelajaran, tujuan yang ingin dicapai berikut dengan metode yang digunakan dirinci dalam prosedur pengembangan sistem instruksional. Setiap pelajaran dijabarkan ke dalam tujuan kurikuler, setiap pokok bahasan diurai menjadi tujuan instruksional umum. Kurikulum ini banyak dikritik. Saat itu pendidikan praktis terjebak dalam hierarki tujuan.
e. Kurikulum 1984
Pada kurikulum ini siswa dijadikan subyek dalam belajar, dimana siswa menggali sendiri materi pelajaran kemudian mendiskusikannya, karena menekankan pada proses yang berlangsung. Kemudian melahirkan model belajar yang disebut dengan CBSA, carap  belajar siswa aktif.  Namun karena merasa terganggu dengan suasana belajar yang rebut oleh keaktifan siswa dan tak lagi menggunakan model ceramah akhirnya banyak timbul penolakan terhadap model ini.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 lebih memadukan antara penekanan pada proses dan tujuan dengan mengombinasikan kurikulum 1975 dengan 1984. Kurikulum ini juga mendapat kritik karena dianggap memberatkan siswa dengan materi pelajaran terlalu padat. Dari muatan nasional hingga lokal. Pada tahun 1998 muncul suplemen kurikulum 1999 yang menambal sejumlah materi pelajaran diantaranya mengenai peristiwa 30 September 1965 yang tidak lagii menggunakan faktor tunggal dalam permasalahan tersebut.
g. Kurikulum 2004
Kurikulum ini dikenal dengan KBK, kurikulum berbasis kompetensi yang masih diujicobakan di sejumlah sekolah di pulau Jawa dan di sekolah kota-kota besar di luar pulau Jawa. Namun rasanya tidak pas ketika penilaiannya berupa ujian yang soalnya masih berupa pilihan ganda. Kemudian pada awal tahun 2006 uji coba KBK dihentikan.
1.2 Fungsi Kurikulum
            Pengembangan yang dilakukan dalam bidang kurikulum tentunya guna mencetak siswa atau manusia-manusia yang memiliki intelektualitas dan kecakapan dalam hidup bermasyarakat. Berorientasi pada hal itu, kurikulum memiliki beberapa fungsi terkait dengan output yang dihasilkan oleh suatu proses pendidikan. 
a)                                                              Penyesuaian    : membimbing siswa agar bisa menyesuaikan diri pada   lingkungan yang selalu berubah
b)                                                              Integrasi          :   kurikulum harus mampu membangun pribadi-pribadi yang utuh, maksudnya adalah pribadi yang memiliki intelektual dan berakhlak mulia sesuai dengan agama dan nilai-nilai dalam masyarakat                                         
c)                                                                 Diferensiasi    : mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa, karena setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda.
d)                                                                 Persiapan        : mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
e)                                                                 Pemilihan       : memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya
f)                                                                  Diagnostik      : mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan atau potensi siswa serta kelemahannya.
1.3 Komponen Kurikulum
            Suatu kurikulum memiliki empat komponen yang saling berkaitan, antara lain sebagai berikut :
a)     Komponen tujuan
Termasuk tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran. Tujuan pendidikan sudah jelas tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003. Tujuan institusi adalah tujuan yang secara khusus yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan di tiap satuan pendidikan.Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh mata pelajaran atau bidang studi. Tujuan pembelajaran atau yang dikenal dengan tujuan instruksional adalah tujuan yang dicapai setelah peserta didik  mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.
b)     Isi materi
Dalam konteks tertentu materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Materi pelajaran harus meliputi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, psikomotorik yang disebut dengan taksonomi Bloom. Kognitif adalah penguasaan materi atau pengetahuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti prose belajar. Afektif adalah sikap yang ditunjukkan siswa setelah belajar, materi yang diajarkan selain dapat menambah pengetahuan dan pemahaman siswa juga diharapkan mampu mengubah sikap siswa ke arah yang positif atau lebih baik. Psikomotorik merupakan tingkah laku yang ditunjukkan siswa. Suatu proses belajar dikatakan berhasil jika terjadi perubahan siswa pada ketiga aspek tersebut.
c)     Metode
Metode menyangkut implementasi atau tindak nyata dari strategi  yang telah disusun. Penggunaan metode yang monoton dalam proses belajar akan mempengaruhi minat belajar siswa
d)     Evaluasi
Evaluasi dapat dikatakan sebagai penilaian terhadap proses yang  telah berlangsung baik dari segi materi pelajaran, tenaga pendidik, maupun metode dan sarana prasarana yang digunakan. Dengan adanya evaluasi menjadi bahan pertimbangan apakah kurikulum atau komponen pendidikan lainnya dapat dipertahankan atau harus diperbaiki.
1.4 Prinsip Kurikulum
Pengembangan kurikulum yang dilakukan harus mempertimbangkan beberapa hal untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Adapun beberapa hal tersebut termasuk dalam prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sebagai berikut :
a)     Relevansi yang dimaksud adalah kesesuaian kurikulum dengan tuntutan masyarakat, dalam hal ini adalah kesesuaian kemampuan yang dimiliki siswa dengan kehidupan bermasyarakat setelah selesai mengikuti pendidikan formal.
b)     Fleksibilitas adalah keluwesan kurikulum yang dapat diubah baik itu ditambah ataupun dikurangi sesuai tuntutan masyarakat.
c)     Efisiensi dan efektivitas adalah mempertimbangkan penggunaan waktu, biaya, sarana dan prasarana, dan tenaga untuk mencapai hasil yang optimal.
d)     Keseimbangan, kurikulum inti dengan kurikulum institusi seimbang, anata teori dan praktek seimbang.
e)     Kontinuitas, kurikulum bersifat vertikal yakni adanya kesinambungan antarsatuan pendidikan, kurikulum bersifat horizontal yakni ada kesinambungan antarsatuan pendidikan, dari pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan perguruan tinggi.
f)      Keterpaduan, bertitik tolak pada masalahatau topik dan konsistensinya.
g)     Mutu,
h)     Berorientasi pada tujuan, tujuan  menyangkut pengetahuan, nilai, perilaku, yang bertitik tolak pada tujuan pendidikan nasional.
1.5 Peranan Kurikulum
a)       Konservatif
Pendidikan merupakan proses sosial karena berlangsung dalam masyarakat yang melibatkan semua komponen masyarakat. Peranan konservatif yang dimaksud adalah kurikulum sebagai sarana untuk mengajegkan atau mempertahankan budaya dalam masyarakat agar tetap bisa berkembang.
b)       Kreatif
Semua yang ada  dalam masyarakat selalu mengalami perkembangan. Kurikulum diharapkan mampu mengimbangi perkembangan yang sedang terjadi sehingga lulusan yang dihasilkan tidak ketinggalan zaman. Kurikulum mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kurikulum mampu membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.

c)       Kritis dan evaluatif
Kurikulum sebagai penyaring terhadap perkembangan yang sedang terjadi dan memberi penilaian. Nilai-nilai sosial yang sudah tidak sesuai dengan keadaan dan tuntutan masyarakat dihilangkan dan diakan perbaikan atau penyempurnaan secara berkala.